Cara Menghadapi Suami Yang Suka Judi

Cara Menghadapi Suami Yang Suka Judi

Tahu kapan harus mencari bantuan

Meski ada baiknya Mama bersikap tenang, namun Mama tetap harus tahu kapan waktunya mencari bantuan. Dalam hal ini, bisa saja bantuan dari anggota keluarga lain, maupun bantuan dari tenaga profesional.

Jika sikap emosi yang ditunjukkan Papa sudah membuat Mama tidak bahagia, kaji ulang situasi yang ada dan pikirkan apakah Mama memerlukan bantuan atau masukan dari orang lain.

JIka Papa tak bisa kunjung mengendalikan emosi, mungkin juga ia memerlukan bantuan dari psikiater untuk membantunya. Ingat, saat ada banyak kemarahan di rumah, semua orang di dalamnya akan turut merasakan, lho. Mulai dari Papa, Mama, dan bahkan anak-anak.

Jangan Pernah Takut untuk Pergi

Perempuan sering kali takut meninggalkan pertengkaran yang memanas karena tahu betul bahwa itu mungkin berakhir dengan kekerasan fisik. Meskipun terbukti bahwa kamu menghargai pasangan, kamu harus lebih memperhatikan keselamatan diri sendiri dan pergi tepat waktu sebelum pertengkaran itu berujung pada perkelahian.

Jika kamu telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual dalam pernikahan, maka kamu harus menghubungi pihak berwenang setempat untuk meminta bantuan. Jangan pernah takut berjalan menjauh dari situasi yang buruk, karena kamu dapat membangun kembali hidup menjadi lebih bahagia.

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Dalam setiap hubungan rumah tangga, pertengkaran pasti akan ada, Ma. Namun yang terpenting adalah menjaga agar pertengkaran yang ada tidak merusak kualitas hubungan antara suami dan istri.

Terlebih jika suami memiliki temperamen tinggi dan mudah marah, jika Mama tidak bisa bersikap tenang, situasi ini justru bisa membuat pertengkaran menjadi besar.

Oleh sebab itu, Mama perlu memiliki tips jitu untuk menghadapi suami yang mudah marah dan emosi. Apa saja, ya? Berikut Popmama.com berikan tahapan cara-cara menghadapinya:

Hindari ikut marah saat bertengkar

Jika sejak awal Mama memang sudah memahami bahwa Papa punya sifat yang mudah marah dan emosi saat bertengkar, maka ada baiknya untuk mengalah sesaat. Tidak bijaksana jika Mama justru ikut marah dan menanggapi sikap suami dengan emosi.

Jika Mama menghadapi serangan verbal dengan tetap rileks dan tenang, suami kemungkinan akan malu dengan perilakunya, merenung untuk memperbaikinya, dan lebih menghargai Mama.

Sebaliknya, jika Mama justru ikut berapi-api dan tidak mampu bersikap tenang, pertengkaran justru akan terjadi semakin besar. Bukan tidak mungkin juga Mama akan menjadi pelampiasan emosi Papa yang sedang menggebu-gebu.

Fimela.com, Jakarta Kita hidup di era digital, di mana smartphone, tablet, dan komputer telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Tentu dengan adanya tekonologi yang semakin berkembang dapat memudahkan kita dalam melakukan banyak hal. Namun, perlu kita sadari bahwa kita juga perlu memiliki kendali dalam menggunakan teknologi tersebut. Jika tidak, maka kita akan mengalami beberapa masalah baik itu untuk kehidupan sosial atau bagi kesehatan tubuh kita.

Terlalu asyik dengan dunia maya bisa menjauhkan dan merusak hubungan sosial kita baik itu dengan teman, keluarga atau bahkan dengan pasangan. Tak sedikit beberapa pasangan mengeluh tentang pasangan mereka yang terlalu malas dan suka menghabiskan banyak waktu bermain gadget. Tapi tenang, Sahabat Fimela bisa mengatasi permasalah tersebut dengan beberapa tips berikut dari FIMELA. Penasaran? Yuk, simak selengkapnya di bawah ini.

Tunggu sampai suami tenang

Saat pertengkaran sedang terjadi dan suami mulai emosi, jangan biarkan Mama ikut terbawa emosi. Berikan waktu dan jeda untuk suami menyampaikan amarahnya.

Tubuh memiliki sistem metabolisme sendiri, termasuk saat mengendalikan emosi. Biasanya dibutuhkan waktu sekitar 15-20 menit bagi tubuh agar efek adrenalinnya bisa mereda.

Nah, setelah itu biasanya emosi akan mulai mereda dan tak lagi meletup-letup, Ma. Inilah waktu yang tepat bagi Mama untuk angkat bicara dan berupaya menenangkan suami.

Apabila Mama ikut emosi dan marah-marah saat adrenalin suami masih tinggi, bukan tidak mungkin hal ini justru membuatnya akan menjadi semakin emosi. Pertengkaran pun tak kunjung akan menemukan solusinya.

Dengarkan keluhan suami

Tanpa disadari, emosi seseorang bisa memuncak saat ada penumpukan rasa kecewa. Misalnya karena merasa tidak didengar, tidak dianggap serius, atau tidak dihargai. Nah, bisa jadi saat emosi Papa sedang merasa kecewa dan diabaikan.

Untuk menghindari kemarahan suami, ada baiknya Mama secara aktif mendengarkan dan meyakinkan Papa bahwa ia didengar dan dipahami. Pahami kebutuhan terdalam Papa, dan dengarkan keluhannya.

Ini adalah salah satu cara berkomunikasi yang baik dan mempertimbangkan perspektif dari pasangan.

Jangan Salahkan, Ajak Bicara

Jangan langsung menyalahkan suami atas kecanduannya dengan gadget. Alih-alih, ajak dia bicara dengan lembut. Tanyakan bagaimana perasaannya terkait penggunaan gadget yang berlebihan dan apa yang mungkin membuatnya terlalu terlibat dalam dunia maya.

Mungkin wajar jika kamu ingin menyampaikan kesedihan kepada ibu mertua atau mungkin ipar perempuan. Namun, mungkin saja mereka belum pernah menyaksikan sisi suamimu yang seperti itu. Oleh karena itu, penilaian mereka mungkin kabur dan dalam kasus terburuk, mereka mungkin menolak untuk mempercayaimu ketika kamu berbicara tentang masalah kemarahan suamimu. Oleh karena itu, kamu harus memiliki sistem pendukung dari teman atau kerabatmu sendiri di luar nikah yang dapat kamu percayai.

Jangan ragu meminta maaf

Jika memang Mama tahu penyebab kemarahan dari Papa adalah sikap atau ucapan Mama, jangan ragu untuk meminta maaf terlebih dahulu.

Tidak ada yang bisa meluluhkan emosi selain ucapan maaf yang tulus, Ma. Ingat, sampaikan kata maaf dengan tulus dan terutama saat Mama benar-benar merasa bersalah.

Hindari mengelak dari kesalahan dan justru terus menyalahkan suami. Hal ini justru bisa menyulut emosi dan memperburuk keadaan. Selamat mencoba, Ma!

SERAMBINEWS.COM - Berikut cara menghadapi suami yang selingkuh menurut Buya Yahya.

Dilansir Serambinews,com dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, Jumat (24/12/2021), Buya Yahya membagikan cara menghadapi suami yang selingkuh.

Dalam penjelasannya, Buya Yahya mengatakan, selingkuh adalah melakukan keharaman yang tidak disukai oleh Allah SWT.

Jika kasusnya adalah suami selingkuh dan "sering" selingkuh, berarti suami telah berulang kali melakukan kesalahan, maka yang harus dilakukan adalah menasehati dan mengingatkan hingga sadar.

"Kalau misalnya suaminya pakai "sering", sering itu misalnya ada seroang wanita punya suami sering selingkuh, nah berarti sering melakukan kesalahan-kesalahan," ujar Buya Yahya.

Selanjutnya, apabila suami selingkuh dan melakukan zina, hal tersebut sudah masuk termasuk perbuatan fasik atau dosa besar, sebut Buya Yahya.

Baca juga: Jangan Sampai Seperti Ini, Buya Yahya Ungkap Cara Tidur yang Kurang Ajar dan Berdosa

Apabila suami selingkuh dan berzina, sebagai istri bertugas terus menasehati dan mengingatkan hingga sadar.

Sembari mengingatkan, para istri juga harus membenahi diri dan jangan sampai istri terbawa keburukan juga.

"Anda ingatkan, ingatkan dan ingatkan, disamping itu Anda benah diri juga," imbuhnya.

Bagi istri sebaiknya benah diri juga karena takut akan mengantarkan ke hal yang tidak diinginkan dan meniru suaminya untuk selingkuh dan berzina.

"Jangan sampai istri ikut kembali membalas dengan perbuatan selingkuh juga. Pasalnya perbuatan ini sangat disukai setan," tegas Buya Yahya.

Buya Yahya menjelaskan bahwa suatu perselingkungan akan membawa penyakit dan kerusakan, apalagi hingga terdengar oleh anak-anak.

Baca juga: Nafsu Bergejolak dan Ingin Masturbasi, Apa yang Harus Dilakukan? Ini Penjelasan Buya Yahya

Buya Yahya mengungkapkan bahwa suami atau istri yang sudah tidak bisa dinasehati tentang keburukan salah satunya adalah selingkuh dan berzina, maka hendaknya dijauhkan dari lingkungan karena termasuk orang yang fasik.

"Maka orang fasik itu hendaknya segera dijauhkan dari pada lingkungan."

"Jika sudah tidak bisa dibehanahi baik suami atau istri, maka sebelum menjadi contoh bagi anak-anaknya, maka jauhkan dengan pelan-pelan,"

"Tentunya setelah proses dinasehati, diingatkan, undang orang-orang untuk menasehatinya bukan serta merta dibuang begitu saja. Kalau langsung dibuang mana tugas jihad kita? Mana tugas dakwah kita?," tuturnya.

Namun, setelah suami dinasehati dan diingatkan juga tak kunjung berubah, sebaiknya istri kembali dan berserah diri kepada Allah dan meminta permohonan terbaik.

Bisa jadi, Allah SWT akan menggantikan sosok pendamping yang lebih baik setelah itu.

"Kalau sudah dinasehati dulu nggak mampu, Anda kembali kepada Allah, Allah maha kaya, Allah akan kirim yang lebih bagus setelah itu, Wallahu A'lam Bishawab," tutup Buya Yahya. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

Baca juga: Telkomsel The NextDev Talent Scouting 2021 Buka Kesempatan bagi Seluruh Perusahaan Rintisan

Baca juga: Didukung Australia hingga China, Kemerdekaan Bougainville Justru Ditentang Indonesia

Baca juga: Hukum Membuka dan Membaca Alquran Digital di HP Tanpa Wudhu, Simak Penjelasan Abi Mudi Berikut

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Kami turut prihatin terhadap masalah yang sedang Anda hadapi. Perceraian hendaknya menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri setelah semua upaya telah ditempuh untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Pada dasarnya, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri sebagaimana dikatakan dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Apa saja alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian itu?

Menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

1.    salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2.    salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;

3.    salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4.    salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;

5.    salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

6.    antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

Anda tidak menyebutkan agama apa yang Anda dan suami anut. Selain alasan-alasan tersebut, bagi pasangan suami istri yang beragama Islam juga berlaku ketentuan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang mengatur dua alasan perceraian yang tidak diatur dalam UU Perkawinan yaitu:

1.    Suami melanggar taklik talak;

2.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Jika dilihat dari alasan-alasan perceraian di atas, sebenarnya perilaku suami Anda yang kerap bersikap kasar dengan “main tangan” itu belum termasuk alasan yang cukup untuk dilakukannya perceraian, kecuali sikap kasar tersebut dilakukan dalam wujud kekejaman atau penganiayaan berat sehingga membahayakan Anda sebagai istri.

Dengan alasan itu, Anda dapat menggugat cerai suami Anda. Mengenai ke mana gugatan cerai dapat diajukan, Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 7/1989”) sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 (“UU 50/2009”) jo. Pasal 132 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) menyebutkan:

“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.”

Berdasarkan Pasal 73 ayat (1) UU 7/1989 jo. Pasal 142 ayat (1) KHI memang pengajuan gugatan perceraian dapat dikuasakan. Namun, untuk sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU 7/1989 bahwa:

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Mengacu pada ketentuan di atas, maka gugatan cerai dapat Anda layangkan ke pengadilan di tempat kediaman Anda sebagai penggugat. Lalu bagaimana jika suami Anda tidak setuju diceraikan oleh Anda? Dalam hal ini, hakimlah nantinya yang akan menentukan apakah akan mengabulkan gugatan cerai Anda atau tidak.

Jika suami karena tidak setuju diceraikan oleh Anda, lalu ia tidak datang menghadiri persidangan (sebagai tergugat) dan juga tidak diwakili oleh kuasanya, maka berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya banding terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Putusan Verstek dan Sidang Perceraian Tanpa Dihadiri Pihak Suami.

Apabila putusan verstek tersebut tidak diupayakan banding terhadapnya, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan berkekuatan hukum tetap ini dapat Anda simak dalam artikel Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap?

Contoh kasus serupa dengan pertanyaan Anda ini dapat kita temui dalam artikel Bercerai karena Suami Bersetubuh dengan Hewan. Dalam artikel tersebut diketahui bahwa suami selaku tergugat tidak pernah hadir selama persidangan berlangsung. Putusan hakim akhirnya dibuat secara verstek (tanpa kehadiran tergugat). Bunyi amar putusan tersebut adalah “Mengabulkan gugatan penggugat secara verstek”.

Menjawab pertanyaan Anda, apabila memang upaya perdamaian telah dilakukan dengan suami Anda namun tidak berhasil, maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah Anda tetap bisa mengajukan gugatan cerai kepada suami Anda meskipun ia tidak menyetujuinya. Hakimlah yang akan memanggilnya secara patut untuk hadir di persidangan. Apabila ia juga  tidak hadir dan tidak diwakili oleh kuasanya, maka persidangan tetap berjalan dengan dijatuhkan putusan verstek.

Namun bagaimanapun juga, menurut hemat kami, perceraian haruslah sebaik mungkin dihindari. Kami berharap Anda dapat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan tanpa harus melalui jalan perceraian.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

1.    Herzien Indlandsch Reglement (HIR)(S.1941-44);

2.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3.    Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009;

4.    Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.

Bersabar dan tunjukkan kasih sayang

Di bawah amarah biasanya terletak emosi yang lebih dalam dan lebih rentan seperti ketakutan, kesedihan, atau rasa sakit, yang mungkin kurang dapat diakses oleh suami.

Untuk waktu yang singkat, kemarahan pun dimanfaatkan sebagai perisai pelindung dan membuatnya merasa kuat serta mengendalikan segala sesuatu. Namun seringkali dalma jangka panjang situasi ini juga menyakitkan bagi para suami.

Inilah sebabnya mengapa penting juga bagi Mama untuk tetap bersabar dan coba mendengarkan apa penyebab rasa emosi itu ada.

Kesabaran dapat berfungsi sebagai penangkal kemarahan di dalam diri Mama dan juga Papa. Salah satu wujud dari sikap sabar adalah dengan menunggu, tidak berbicara atau melakukan apa pun yang mungkin bisa reaktif atau menyulut emosi Papa.

Hargai dan hindari menyalahkannya

Salah satu penyebab mengapa suami sering emosi saat bertengkar adalah perasaan tidak dihargai. Termasuk dalam urusan pekerjaannya.

Cobalah untuk mencari tahu apakah ia sedang memiliki masalah di kantor. Ya, mungkin sebagian besar dari kemarahan suami muncul dari rasa kurangnya kontrol dalam pekerjaannya.

Misalnya kemudian di waktu yang bersamaan Mama sedang mengeluh tentang gajinya yang tidak cukup untuk kebutuhan hidup, maka bisa jadi hal ini akan memicu amarahnya.

Rasa bersalah juga akan memperdalam frustrasinya, sehingga Papa mudah lebih mudah terpancing emosi dan mudah marah. Jadi, cobalah melihat situasi saat berbicara tentang keuangan, perhatikan apakah sedang ada masalah yang dimiliki oleh Papa di tempat kerja.